Rabu, 19 Desember 2012

Makalah Hakikat Pembelajaran Remedial by jasni



Makalah Hakikat Pembelajaran Remedial
  by jasni
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam keseluran proses pengajaran pada hakikatnya guru memiliki tanggung jawab peran yang luas sebagai tenaga pengajar, fasilitator, evaluator dan konselor. Lewat tugas sebagai pengelola kegiatan belajar- mengajar, maka guru bertaggung jawab membantu dan membimbing siswa untuk mencapai tujuan pengajaran dan tingkat perkembangan secara optimal. Oleh sebab itu guru diharapkan mampu menciptakan situasi kegiatan proses pengajaran secara efektif, efisien dan relevan. Dengan demikian dapat diharapkan akan mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai tujuan tersebut maka setiap kesulitan yang timbul dalam belajar sejogyanya dengan segera wajib diidentifikasi dan harus segera dilakukan perbaikan. Hal ini berarti bahwa setiap guru dituntut kemampuanya untuk memahami dan menguasai kemampuan dalam melaksanakan pengajaran remedial dan program pengayaan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat dari pengajaran remedial?
2.      Apa tujuan dari pengajaran remedial?
3.      Apa fungsi dari pengajaran remedial?
C.     Tujuan
1.      Menjelaskan hakikat dari pengajaran remedial.
2.      Menjelaskan tujuan dari pengajaran remedial.
3.      Menjelaskan fungsi dari pengajaran remedial.









BAB II
PENGAJARAN REMIDIAL

A.    Pengertian Remedial
Dalam Webster’s New Twentieth Century Dictionary, kita menemukan keterangan sebagai berikut:
Remedi berasal dari bahasa latin, yang berarti menyembuhkan kembali;dari re- ‘kembali’ dari mederi ‘menyembuhkan’.
1.      Setiap obat atau pengobatan/perawatan yang menyembuhkan, menghilangkan atau membebaskan penyakit atau gangguan jasmaniah, mengurangi kesakitan atau perasaan sakit, atau upaya memulihkan kesehatan.
2.      Sesuatu yang memperbaiki, menetralkan, atau memberhentikan suatu kejahatan atau kesalahan; pertolongan, pembebasan; menebus, memperbaiki.
Sementara itu, remediasi dalam pendidikan berarti tindakan atau proses penyembuhan/peremedian atau penanggulangan ketidakmampuan atau masalah-masalah pembelajaran” (1983:1528).[1]
Dalam sumber lain kita membaca penjelasan:
“remediasi adalah tindakan melakukan diagnosis dan perawatan” (MC Ginnis & Smith, 1982:355)
Dalan Random House Webster’s College Dictionary (1991), remedial diartikan sebagai intended to improve poor skill in specified field. Remedial adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki keterampilan yang kurang baik dalam suatu bidang tertentu. Kalau kita kaitkan dengan kegiatan pembelajaran, kegiatan remedial dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilaksanakan untuk memperbaiki kegiatan pembelajaran yang kurang berhasil. Kekurangberhasilan pembelajaran ini biasanya ditunjukan oleh ketidakberhasilan siswa dalam menguasai materi yang dibahas dalam kegiatan pembelajaran. Dari pengertian tersebut diketahui bahwa suatu kegiatan pembelajaran dianggap sebagai kegiatan remedial apabila kegiatan pembelajaran tersebut ditujukan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran atau dalam menguasai kompetensi yang telah diterapkan.
Kegiatan remedial adalah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam menguasai materi pelajaran.
B.     Tujuan dan Fungsi
Tujuan guru melaksanakan kegiatan remedial adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran agar mencapai hasil belajar yang lebih baik. Secara umum, tujuan kegiatan remedial adalah sama dengan pembelajaran biasa, yaitu membantu siswa mencapai kompetensi  atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Secara khusus, kegiatan remedial bertujuan untuk membantu siswa yang belum menguasai materi pelajaran melalui kegiatan pembelajaran tambahan.
Sebagai salah satu upaya membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, kegiatan remedial memiliki beberapa fungsi yang penting bagi keseluruhan proses pembelajaran.
Secara umum tujuan pengajaran remedial tidak berbeda dengan pengajaran pada umumnya, yaitu agar siswa dapat mencapai prestasi belajar optimal sesuai dengan TIK yang telah dirumuskan. Bahkan harus pula dapat memenuhi criteria penguasaan materi belajar atau daya serap. Adanya pengajaran remedial diharapkan siswa agar dpat mencapai TIK selalui proses penyembuhan atau perbaikan baik dari segi kepribadian maupun segi proses belajar mengajar.

Secara terinci tujuan pengajaran ialah:
1.      Agar siswa memahami dan mengenali dirinya khususnya yang menyangkut prestasi belajar, misal: segi kemampuannya segi kelemahannya dan jenis serta sifat kesulitannya.
2.      Dapat mengubah dan memperbaiki strategi belajar siswa sesuai dengan kesulitan yang dialami.
3.      Dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4.      Dapat mengatasi hambatan atau gangguan belajar yang menjadi penyebab dan latar belakang.
5.      Mampu membangkitkan dan mengembangkan sikap-sikap serta kebiasaan baru yang merangsang tercapainya hasil belajar.
6.      Dapat menyelesaikan dan melakukan tugas belajar yang diberikan dengan benar dan baik.
Dengan demikian  pengajaran remedial memiliki fungsi yang amat penting dalam kesulitan proses pengajaran yaitu:
a.       Fungsi korektif artinya dapat membetulkan dan memperbaiki kegiatan B-M, contoh : akibat sebagian siswa belum mencapai TIK yang ditetapkan perlu perbaikan dalamperumusan tujuan, penggunaan strategi atau metode mengajar, strtaegi atau metode belajar, materi dan alat pelajaran yang dipilih, evaluasi dan juga kondisi siswa. Dengan kata lain denga perbaikan terhadap aspek atau faktor tersebut akan berpengaruh meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.      Fungsi pemahaman. Adanya pemahaman terhadap siswa, diharapkan semua personel yang terlihat pada proses pengajaran menyadari interaksi antar mereka dalam mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan. Jadi guru, siswa dan pihak yang terlibat harus memahami kegiatan proses pengajaran yang berlangsung.
c.       Fungsi penyesuaian, artinya dalam pengajaran remedial agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan tuntutan proses belajar. Oleh sebab itu siswa harus diberikan kesempatan belajar sesuai dengan kesempatan belajar sesuai dengan kemampuan pribadi agar memiliki peluang memperoleh prestasi belajar yang lebih baik. Dengan tuntutan belajar yang sesuai dengan sifat, jenis dan latar belakang kesulitannya diharapkan mendorong atau memotivasi belajar yang lebih baik.
d.      Fungsi pengayaan, artinya pengajaan remedial akan memperkaya proses pengajaran. Dengan kata lain pembahasan materi yang mungkin tidak disampaikan pada pengajaran regular terpaksa harus diberikan untuk memperjelas pengajaran, metode dan teknik pengelolaan lebih khusus, lebih terperinci. Dengan demikian dapat diharapkan prestasi belajar lebih dalam, lebih luas lebih banyak dan lebih kaya.
e.       Funsi akselerasi (pencepatan), artinya dengan pengajaran remedial diharapkan dapat mempercepat proses belajar siswa baik dalam arti waktu serta materi. Contoh: siswa yang tergolong lambat belajar, maka dengan dibantu pengajaran remedial dipercepat proses belajarnya.
f.       Fungsi teriperitik, artinya pengajaran remedial secara langsung atau tidak langsung dapat menyembuhkan dan memperbaiki kondisi pribadi siswa yang mungkin cenderung adanya penyimpangan. Penyembuhan terhadap kondisi kepribadian membantu siswa alam pencapaian prestasi belajar secara optimal.[2]














BAB III
PENUTUP
A.    SIMPULAN
Kenyataan menunjukan bahwa pada akhir proses pengajaran akan dijumpai siswa yang tidak dapat mencapai TIK dan ada yang cepat dan memperoleh prestasi tergolong baik. Agar hasil yang dicapai siswa tersebut bermakna, maka guru harus memandang dan berpendapat bahwa sesuatu yang final tetapi justru merupakan masukan yang perlu digarap. Untuk mereka yang belum mencapai TIK perlu adanya pengajaran remedial sedangkan yang telah dapat mencapai kriteria minimal harus diberikan pengayaan yang lebih dan diberi pengukuhan.
Tujuan guru melaksanakan kegiatan remedial adalah membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi pelajaran agar mencapai hasil belajar yang lebih baik. Secara umum, tujuan kegiatan remedial adalah sama dengan pembelajaran biasa, yaitu membantu siswa mencapai kompetensi  atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan berdasarkan kurikulum yang berlaku. Secara khusus, kegiatan remedial bertujuan untuk membantu siswa yang belum menguasai materi pelajaran melalui kegiatan pembelajaran tambahan.
Warkitri, dkk. (1991) menyebutkan enam fungsi kegiatan remedial dalam kaitannya dengan proses pembelajaran. Keenam fungsi kegiatan remedial itu yaitu:
1. Fungsi korektif: Memperbaiki cara mengajar dan cara belajar
2. Fungsi pemahaman: Memahami kelebihan atau kelemahan guru dan siswa
3. Fungsi penyesuaian: menyesuaikan pembelajaran dengan karakteristik siswa
4. Fungsi pengayaan: menerapkan strategi pembelajaran yang bervariasi

B.     SARAN
Sebagai seorang guru yang professional, seharusnya dapat memahami kemampuan siswa agar siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal.  Salah satunya untuk siswa yang memiliki kemampuan yang kurang dapat mengaplikasikan pengajaran remedial.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Remedi Bahasa. Bandung:Angkasa.
Amri, Sofan dan Lif Khoiru Ahmad. 2010. Kontruksi Pengembanagan       Pembelajaran. Jakarta: PT.Prestasi Pustakaraya.


Jumat, 07 Desember 2012

Buat Cewek sok jual mahal Menyesal Pernah Menyia-nyiakan Anda pecayalah ini fakta by jasni




Buat Cewek sok jual mahal Menyesal Pernah
Menyia-nyiakan Anda pecayalah

Ada yang pernah dikhianati, dibohongi, ditinggalkan, atau bahkan dihina wanita. Itulah mungkin yang memotivasi sebagian cowok untuk mencari langkah-langkah besar. Guna membuktikan bahwa si cewek sudah salah meninggalkanya. Tapi, motivasi semacam ini berpotensi menimbulkan gangguan kejiwaan. Imajenasi yang terus berkembang dan obsesi-obsesi buta. Telah membuat banyak orang kehilangan dirinya sendiri.

why brooww ?
            Kenapa cewek harus menyesali cowok? Saya akan mengutip kisah nyata dari Rian D’Masiv yang dulu pernah ditolak berkali-kali oleh cewek yang sama. Saat dipertemukan kembali dengan sang (mantan) pujaan hati. Si cewek ditanyai pembawa acara apakah ia mau menerima Rian yang sekarang. Ia menjawab (tentu saja) “Iya”. Tapi, Rianlah yang sekarang menolaknya dengan mengatakan “Terlambat”. Cerita cowok yang dulu disia-siakan dan kini kaya raya atau jadi artis terkenal tidak segampang itu terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Maka, pada artikel ini saya hanya akan menjelaskan hal-hal realistis saja.
intinya yakinlah dengan apa yang anda miliki saat ini, dan buktikan buat orng yang yang pernah mnjtuhkan anda bahwa anda bisa, seperti apa yang mereka inginkan.
hiasi hidupmu dengan sugesti positif bro,.....mei mei la, 

“Jangan menyimpan kemarahan, rasa sakit, atau kepedihan! Mereka mencuri energimu dan menjauhkan kau dari Cinta.”
by jasni

SETELAH SETAHUN BERPISAH BERTEMU LAGI SAMA MANTANKU




SETELAH SETAHUN BERPISAH BERTEMU LAGI SAMA MANTANKU

Beberapa teman lain juga pernah bercerita tentang kisah lucu mereka saat bertemu lagi dengan mantan pacar. Ada yang pura-pura nggak melihat, melihat tapi pura-pura nggak kenal, sampai sok berbesar hati menyapa lebih dulu. Nah, kalau kamu ada di posisi itu, apa reaksimu? Daripada berandai, mungkin kisah mereka bisa jadi bahan belajar bagaimana harus bersikap di depan sang mantan yang tiba-tiba muncul di depanmu. Baca tuntas.
“Yang pasti tergantung putusnya bagaimana. Misalnya nggak baik-baik, waktu ketemu ya cuekin aja. Tapi kalau putus baik-baik anggap aja seperti teman biasa. Pernah beberapa kali ketemu mantan yang putusnya nggak baik-baik di event, rasanya pengen cepat-cepat pergi dari dia. Nggak nyapalah, pura-pura nggak liat dan sengaja sibukin diri dengan ngobrol sama orang lain,” aku JASNI (23 tahun,BK).
“Pernah sekali ketemu mantan yang paling membekas, rasanya deg-degan banget. Efeknya jadi lumayan kepikiran, teringat lagi dengan masa lalu.  waktu papasan saling sapa karena putusnya  enak. Cukup lihat-lihatan aja,” kenang RITHA (20 tahun, IT ). Nah, kalau pura-pura nggak melihat dengan posisi kamu dandan cantik, apalagi membawa gandengan baru, mungkin kamu bisa puas. Tapi, kalau pura-pura nggak melihat saat kamu sedang nggak tampil maksimal, apalagi jalan sendirian, bisa-bisa dia berpikir kamu minder bertemu dengannya yang sekarang jauh lebih oke. So, apa solusinya supaya tetap tampil elegan di depan sang mantan?

MODUL REMAJA DAN PERMASALAHANNYA







 

 

REMAJA DAN PERMASALAHANNYA


Pengantar

            Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori-teori perkembangan yang membahas ketidakselarasan, gangguan emosi dan gangguan perilaku sebagai akibat dari tekanan-tekanan yang dialami remaja karena perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan.
            Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan, termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Apabila tugas-tugas tersebut berhasil diselesaikan dengan baik, maka akan tercapai kepuasan, kebahagian dan penerimaan dari lingkungan. Keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas itu juga akan menentukan keberhasilan individu memenuhi tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
            Hurlock (1973) memberi batasan masa remaja berdasarkan usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Menurut Thornburgh (1982), batasan usia tersebut adalah batasan tradisional, sedangkan aliran kontemporer membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
            Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut aliran kontemporer memasukan mereka  dalam kategori remaja. Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
           
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu:
a.       Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b.      Remaja pertengahan : antara 14 hingga 16 tahun
c.       Remaja akhir : antara 17 hingga 19 tahun.

Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
1.      Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis.
2.      Mencapai peran sosial maskulin dan feminin.
3.      Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif.
4.      Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
5.      Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi.
6.      Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja.
7.      Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan keluarga.
8.      Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk tercapainya kompetensi sebagai warga negara.
9.      Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial.
10.  Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku. (Havighurst dalam Hurlock, 1973).

Tidak semua remaja dapat memenuhi tugas-tugas tersebut dengan baik. Menurut Hurlock (1973) ada beberapa masalah yang dialami remaja dalam memenuhi tugas-tugas tersebut, yaitu:
1.      Masalah pribadi, yaitu masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi dan kondisi di rumah, sekolah, kondisi fisik, penampilan, emosi, penyesuaian sosial, tugas dan nilai-nilai.
2.      Masalah khas remaja, yaitu masalah yang timbul akibat status yang tidak jelas pada remaja, seperti masalah pencapaian kemandirian, kesalahpahaman atau penilaian berdasarkan stereotip yang keliru, adanya hak-hak yang lebih besar dan lebih sedikit kewajiban dibebankan oleh orangtua.
Elkind dan Postman (dalam Fuhrmann, 1990) menyebutkan tentang fenomena akhir abad duapuluh, yaitu berkembangnya kesamaan perlakuan dan harapan terhadap anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak masa kini mengalami banjir stres yang datang dari perubahan sosial yang cepat dan membingungkan serta harapan masyarakat yang menginginkan mereka melakukan peran dewasa sebelum mereka masak secara psikologis untuk menghadapinya. Tekanan-tekanan tersebut menimbulkan akibat seperti kegagalan di sekolah, penyalahgunaan obat-obatan, depresi dan bunuh diri, keluhan-keluhan somatik dan kesedihan yang kronis.
Lebih lanjut dikatakan bahwa masyarakat pada era teknologi maju dewasa ini membutuhkan orang yang sangat kompeten dan terampil untuk mengelola teknologi tersebut. Ketidakmampuan remaja mengikuti perkembangan teknologi yang demikian cepat dapat membuat mereka merasa gagal, malu, kehilangan harga diri, dan mengalami gangguan emosional.
Bellak (dalam Fuhrmann, 1990) secara khusus membahas pengaruh tekanan media terhadap perkembangan remaja. Menurutnya, remaja masa kini dihadapkan pada lingkungan dimana segala sesuatu berubah sangat cepat. Mereka dibanjiri oleh informasi yang terlalu banyak dan terlalu cepat untuk diserap dan dimengerti. Semuanya terus bertumpuk hingga mencapai apa yang disebut information overload. Akibatnya timbul perasaan terasing, keputusasaan, absurditas, problem identitas dan masalah-masalah yang berhubungan dengan benturan budaya.
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan, kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
Uraian di atas memberikan gambaran betapa majemuknya masalah yang dialami remaja masa kini. Tekanan-tekanan sebagai akibat perkembangan fisiologis pada masa remaja, ditambah dengan tekanan akibat perubahan kondisi sosial budaya serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat seringkali mengakibatkan timbulnya masalah-masalah psikologis berupa gangguan penyesuaian diri atau ganguan perilaku. Beberapa bentuk gangguan perilaku ini dapat digolongkan dalam delinkuensi.
            Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kemasakan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja.

1.      Perkembangan Fisik Remaja

Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan mempengaruhi organ reproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosio-ekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja. Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk wanita adalah antara 20 – 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987) menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.

2.      Perkembangan Psikis Remaja

Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya, agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.


Kutub Keluarga ( Rumah Tangga)
           
Dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga, maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah).
            Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli, antara lain :
a.       Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce).
b.      Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak di rumah.
c.       Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik.
d.      Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi daripada kejiwaan (psikologis).

Selain daripada kondisi keluarga tersebut diatas, berikut adalah rincian kondisi keluarga yang merupakan sumber stres pada anak dan remaja, yaitu :
a.       Hubungan buruk atau dingin antara ayah dan ibu.
b.      Terdapatnya gangguan fisik atau mental dalam keluarga.
c.       Cara pendidikan anak yang berbeda oleh kedua orangtua atau oleh kakek/nenek.
d.      Sikap orangtua yang dingin dan acuh tak acuh terhadap anak.
e.       Sikap orangtua yang kasar dan keras kepada anak.
f.       Campur tangan atau perhatian yang berlebih dari orangtua terhadap anak.
g.      Orang tua yang jarang di rumah atau terdapatnya isteri lain.
h.      Sikap atau kontrol yang tidak konsisiten, kontrol yang tidak cukup.
i.        Kurang stimuli kongnitif atau social.
j.        Lain-lain, menjadi anak angkat, dirawat di rumah sakit, kehilangan orang tua, dan lain sebagainya.

Sebagaimana telah disebutkan di muka, maka anak/remaja yang dibesarkan dalam keluarga sebagaimana diuraikan diatas, maka resiko untuk berkepribadian anti soial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/maja yang dibesarkan dalam keluarga yang sehat/harmonis (sakinah).

Kutub Sekolah
            Kondisi sekolah yang tidak baik dapat menganggu proses belajar mengajar anak didik, yang pada gilirannya dapat memberikan “peluang” pada anak didik untuk berperilaku menyimpang. Kondisi sekolah yang tidak baik tersebut, antara lain;
a.       Sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai.
b.      Kuantitas dan kualitas tenaga guru yang tidak memadai.
c.       Kualitas dan kuantitas tenaga non guru yang tidak memadai.
d.      Kesejahteraan guru yang tidak memadai.
e.       Kurikilum sekolah yang sering berganti-ganti, muatan agama/budi pekerti yang kurang.
f.       Lokasi sekolah di daerah rawan, dan lain sebagainya.

Kutub Masyarakat (Kondisi Lingkungan Sosial)
            Faktor kondisi lingkungan sosial yang tidak sehat atau “rawan”, dapat merupakan faktor yang kondusif bagi anak/remaja untuk berperilaku menyimpang. Faktor kutub masyarakat ini dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu pertama, faktor kerawanan masyarakat dan kedua, faktor daerah rawan (gangguan kamtibmas). Kriteria dari kedua faktor tersebut, antara lain :
a.       Faktor Kerawanan Masyarakat (Lingkungan)
1)      Tempat-tempat hiburan yang buka hingga larut malam bahkan sampai dini hari
2)      Peredaran alkohol, narkotika, obat-obatan terlarang lainnya
3)      Pengangguran
4)      Anak-anak putus sekolah/anak jalanan
5)      Wanita tuna susila (wts)
6)      Beredarnya bacaan, tontonan, TV, Majalah, dan lain-lain yang sifatnya pornografis dan kekerasan
7)      Perumahan kumuh dan padat
8)      Pencemaran lingkungan
9)      Tindak kekerasan dan kriminalitas
10)  Kesenjangan sosial

b.      Daerah Rawan (Gangguan Kantibmas)
1)      Penyalahgunaan alkohol, narkotika dan zat aditif lainnya
2)      Perkelahian perorangan atau berkelompok/massal
3)      Kebut-kebutan
4)      Pencurian, perampasan, penodongan, pengompasan, perampokan
5)      Perkosaan
6)      Pembunuhan
7)      Tindak kekerasan lainnya
8)      Pengrusakan
9)      Coret-coret dan lain sebagainya

Kondisi psikososial dan ketiga kutub diatas, merupakan faktor yang kondusif bagi terjadinya kenakalan remaja.



 













                                                           














Oval: SEKOLAH

Oval: MASYARAKAT





 






PERILAKU MENYIMPANG